Kadang aku membayangkan sebuah ruang tamu tua: rak penuh naskah kuno berdebu di satu sisi, poster pameran seni kontemporer di sisi lain. Di tengahnya, secangkir kopi yang mendingin. Di sinilah—setidaknya dalam kepala saya—filsafat, sastra, seni, dan budaya klasik bertemu dengan yang modern, saling bertukar cerita seperti dua teman lama yang tak pernah benar-benar berpisah. Artikel ini ingin mengajakmu jalan-jalan lewat jembatan itu: dari Homer dan Plato sampai Kafka dan Sosok-sosok yang membentuk kultur pop hari ini.
Bacaan klasik seringkali dianggap berat dan usang, padahal banyak tema dasarnya justru menjadi bahan bakar narasi modern: identitas, kekuasaan, pencarian makna. Ambil contoh tragedi Yunani—konflik antara kehendak pribadi dan takdir kolektif—yang muncul lagi dalam novel-novel modern tentang perang, migrasi, dan politik. Di dunia seni kontemporer, seniman kerap merujuk mitos-mitos lama untuk mengkritik isu-isu sekarang. Saya pernah melihat instalasi yang memadukan patung klasik dengan proyeksi video modern; satu detik kamu merasa berdiri di museum, detik berikutnya realitas sosial menamparmu lewat layar. Itu nyata, menegaskan bahwa klasik bukan hanya arsip, melainkan bahan yang terus diolah ulang.
Kalau dipikir-pikir, kenapa kita masih repot-repot membaca Plato atau Dante di tengah banjir artikel viral dan platform streaming? Jawabannya sederhana dan rumit sekaligus: karena karya-karya itu mengajarkan cara berpikir, bukan hanya informasi. Dialog-dialog Plato misalnya, melatih kita untuk mengajukan pertanyaan yang tidak nyaman. Dante membawa kita menelusuri alegori etika dan spiritualitas yang relevan saat manusia modern bergulat dengan krisis nilai. Homer memberikan peta emosional tentang keberanian, kehilangan, dan nostalgia—perasaan yang tetap universal. Saya sendiri pernah membaca ulang Odysseus di masa transisi hidup; yang kutemukan bukan hanya petualangan, melainkan peta psikologis yang membantu memahami perjalanan pribadi saya.
Jujur saja, ada momen-momen malas di mana aku lebih suka nonton serial daripada membolak-balik halaman berbahasa kuno. Tapi ada kebahagiaan tersendiri saat menemukan kesamaan antara bait tua dan lirik lagu indie yang baru rilis. Sekali waktu aku membeli edisi terjemahan tua di sebuah toko kecil—kalau kamu suka, coba cek thehumanitiesbookstore yang menyediakan koleksi menarik antara klasik dan interpretasi modern. Membaca klasik itu seperti ngobrol dengan orang tua bijak yang kadang menggelikan tapi selalu menyodorkan sudut pandang lain. Dan di obrolan itu, aku sering menemukan ide-ide untuk menulis, mengkritik, atau sekadar merapikan pikiran.
Koneksi antara karya lama dan baru juga sering muncul di film dan teater. Adaptasi modern dari tragedi kuno bisa membuat penonton yang tak pernah ke kampus sastra merasa tersentuh. Di suatu malam teater lokal, aku menonton adaptasi Medea yang ditempatkan di lingkungan perkotaan modern—sudah bisa ditebak, reaksi penonton beragam, tetapi dialog tentang kemarahan, hak asuh, dan pengkhianatan terasa begitu dekat.
Selain itu, pembelajaran lintas-disiplin meningkatkan kualitas apresiasi kita terhadap budaya. Seorang pembaca yang akrab dengan teori estetika akan melihat lukisan berbeda, dan sebaliknya, pengamat seni yang paham mitologi akan menemukan lapisan cerita di setiap goresan kuas. Itulah kenapa saya sering mendorong teman untuk tidak hanya “mengoleksi” pengetahuan, tetapi mengaitkannya antarbidang.
Tentu saja, ada risiko menyalahgunakan klasik untuk membenarkan ide sempit—itu pekerjaan kritis kita: membaca dengan konteks, memperhatikan siapa yang berbicara dan siapa yang selama ini dibisukan. Literasi humaniora bukan soal memuja masa lalu, melainkan menggunakannya sebagai lensa kritis untuk memahami masa kini.
Akhir kata, rasanya menyenangkan ketika kamu bisa menempatkan Plato dan Patti Smith dalam satu baris argumen, lalu membuat mereka berdebat tentang arti kebebasan. Dunia budaya itu ramai, berisik, dan penuh humor. Dan di antara tumpukan buku—lama maupun baru—selalu ada suara yang menunggu untuk didengar, dirombak, dan dibagikan lagi. Jadi, mari terus membaca, menonton, dan berdiskusi. Klasik masih bicara, dan yang menarik: kita masih bisa ikut nimbrung.
Jejak Filsafat, Sastra dan Seni dalam Literatur Modern dan Klasik Filsafat yang Mengendap: dari Plato…
Menelusuri hubungan antara filsafat, sejarah, sastra, seni, dan budaya seperti membuka kotak kenangan. Di satu…
Pengantar Bonus New Member IJOBET Bagi pemain baru, langkah pertama di dunia slot online akan…
Welcome to WordPress. This is your first post. Edit or delete it, then start writing!